Thursday, May 28, 2015

Part #1 : Nama Yang Asing di Telinga


Pada saat aku menulis notes ini, aku ada di kantor dalam keadaan sakit demam, badanku menggigil, tanganku sangat dingin. Hingga rekan kerjaku menyarankan aku untuk beristirahat. Namun apa daya sudah kubilang aku ini pintar. Robot pintar lebih tepatnya karena semua kreativitasku, kecerdasanku akan didayagunakan kepada pemerintah, hingga pekerjaan tidak bisa ditunda tunda. Disebut workaholic oleh orang lain meski dalam kenyataannya semua adalah buah keterpaksaan.

Aku menepi ke jendela untuk menghangatkan badan. Jendela di belakang meja kerjaku itu tepat menghadap jalan. Lantai 13 tempatku bekerja memungkinkan aku menatap lalu lintas ibukota. Lapangan Banteng, Istiqlal, Gereja Katedral dan gedung gedung pencakar langit lain terlihat jelas dari tempatku duduk sekarang. Kadang kadang kalau cuaca cerah tidak berkabut, gugusan pulau Seribu juga dapat dilihat meski samar samar.

Ya, samar samar.

Seperti halnya kudengar kata kata mas Budi kepadaku. setahun lalu.

"Dopamin di otakmu tidak seimbang."

Dopamin? Baru kali ini aku mendengar istilah itu.

"Salah satu sel kimia dalam otak", sambung Mas Budi melihatku mengernyitkan dahi. Tanda tak mengerti.

"Hal itu menyebabkan gangguan jiwa psikotik dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau respons emosional.

Psikotik? Afektif?

"Gangguan semacam ini menyebabkan kamu sering mengalami halusinasi dan delusi. Kemungkinan terjadi karena penurunan kadar transtiretin atau pre-albumin yang merupakan pengusung hormon tiroksin, yang menyebabkan permasalahan pada zalir serebrospinal.

Ya, Tuhan. Aku benci mendengar istilah istilah yang aku tidak ketahui.

"Jadi, sebenarnya aku tuh sakit apa mas?"

"Saya tidak yakin ini sebuah penyakit karena secara fisik tidak akan membunuhmu. Tapi..."

"Tapi apa mas?"

"Dapat membunuhmu secara mental, secara kepribadian. Menurut penelitian Asosiasi Psikiater Amerika ada 1% penduduk dunia yang menderita penyakit ini."

Tidak akan membunuhku secara fisik tapi secara mental. Aku masih tidak mengerti. Ah, tapi setidaknya aku mempunyai teman. 1 persen dari 6 milyar masih 60 juta kan. Aku mencoba berpikir positif.

"Lalu apa nama penyakit yang ada di otakku ini," aku memberanikan diri bertanya.

"Schizophrenia."

Aku..aku yakin pernah mendengar nama itu. Aku yakin sekali. Tapi dimana?

*********************************************************************************

Claudia masih tertidur lelap di sofa.Acara penggalangan dana tadi malam benar benar menguras habis staminanya. Acara amal yang dia rencanakan berjalan lancar. Performance of art dari sesama mahasiswa menjadi andalan dan satu satunya yang ditunggu tunggu para tamu, selain tujuan utama yaitu penggalangan dana itu sendiri.

Aku memandangi wajahnya yang polos. Kata Heru sih wanita itu paling cantik ketika dia tertidur. Katanya, Tuhan menunjukkan pada dunia wajah asli seseorang dalam keadaan yang tidak dibuat buat. Seorang artis yang pandai berakting dan memainkan mimik wajah sekalipun akan menunjukkan ekspresinya yang paling wajar dan jujur ketika dia tidur. Ah, aku jadi ingat ayah dan ibu. Ayah yang bertemperamen agak keras. Aku curigai dia adalah keturunan langsung dari Hitler karena sikapnya yang tidak kenal kompromi terhadap kesalahan anaknya. Pernah aku salah mengerjakan soal matematika, aku langsung dimarahinya.

"Apa saja yang kau pelajari di sekolah? Mengerjakan soal seperti itu saja kau tak bisa!".

Suaranya menggelegar ke seluruh rumah, ibuku yang sedang memasak menghentikan kegiatannya mengiris kacang panjang. Dan aku memilih diam membisu. Diam mengakui kesalahan dan tidak membantah kata kata ayah. Karena aku tahu seberapapun kesalahanku ayah akan marah selama 10 menit. Aku pasti akan dimarahi selama 1 menit kemudian ayah akan memberitahu kesalahanku selama 9 menit. Dan rutinitasnya sehabis marah adalah mengusap rambutku dan menanyakan apa aku sudah tahu kesalahanku. Kemudian beberapa menit berikutnya dia membantuku mengerjakan PR Matematikaku dan setelah aku bisa dia akan menepuk pundakku dan semua kembali seperti biasa, seperti keadaan dimana dia belum marah.

Sekali aku pernah melihat dia tidur di sofa sehabis kerja dan ekspresinya benar benar membuat aku berkaca-kaca. Betapa badannya yang dulu kekar dan kuat kini telah termakan usia. Betapa rambut-rambut putih yang telah menghias kepalanya. Betapa ekspresinya sebagai mandor bangunan berganti menjadi ekspresi keikhlasan berkorban bagi keluarga, seharian membanting tulang tanpa dia pernah mengeluh. Tuhan Maha Adil. Orang yang rela melakukan apa saja agar anaknya kenyang. Orang yang rajin memarahiku semata mata karena kasih sayangnya kepadaku. Orang ini, memang jempolan.

Kalau ibu. Tidak ada lagi yang bisa kutulis mengenai ibu. Cuman satu kalimat, waktu ditiupkan ruhku aku akan dijanjikan akan ditemani seorang malaikat bernama ibu. Titik.

Ekspresi ayah dan ibu yang tulus terngiang ngiang dipikiranku. Aku coba membandingkannya dengan ekspresi Claudia sekarang. Sungguh, Lautan Mediterania sekalipun tidak akan mengalahkan teduhnya wajahnya. Senyumnya, lesung pipitnya, ah waktu menjadi berjalan begitu pelan. Siapa yang menekan tombol slow motion hah? Sebelum aku sempat mengetahui siapa yang menekan tombol itu, Claudia terbangun. Dia sepertinya menyadari tengah dipandangi sewaktu tertidur.

"Eh, kamu.. Ngapain ngeliatin aku.. Gag boleh..gag boleh.." tangannya meraih bantal dan menutupi wajahnya. Duh, imutnya.

"Lucu aja ngeliat cewek tidur."

"Kenapa? Aku jadi lebih cantik ya..hahaha."

"Yee, ge er.. Aku bilang lucu, jadi pengen melihara. Hahaha"

"Ihh, kamu jahat. Bilang aja kamu naksir aku kalo tidur, ya kan."

Dhuar. Zeus mengirim petirnya langsung di otakku.

"Hahaha, bisa aja kamu. Iyah, tapi waktu tidur aja, sekarang kan udah bangun. Hahaha."

"Hahahaha, ya udah aku nggak mau tidur lagi ah."

"Hahaha, sok atuh ini masih jam 4 pagi kalau betah silahkan aja."

Claudia cuma tersenyum. Dia seperti memikirkan sesuatu. Sejenak kami cuma terdiam. Hampir sepuluh menit berlalu tanpa ada suara. Bingung mungkin apa yang mau diobrolin. Akhirnya keheningan itu dipecah oleh alarm hapeku.

"Shit.. Berisik aja nih, udah bangun padahal."

"Hahaha, bilangin dong alarmnya jangan berisik."

"Kamu aja yang bilang, aku mah bukan orang aneh yang bisa ngobrol sama hape."

"Hahaha, bisa aja.. Eh kamu ntar jam 7 ada acara nggak?'

"Nggak ada sih. Kenapa, kamu ngajakin ngedate hahaha"

"Iya ngedate. Ngedatengin kuburan. Hahaha. Anterin aku ya ntar ke tempat Prisa."

"Iya deh mau ngapain emang?"

"Dia janji mau minjemin aku DVD film. Tapi aku disuruh kesana. Dia lagi sibuk bantuin usaha kue katanya."

"Film apaan?"

"A Beautiful Mind."

"Film apaan tuh?"

"Tentang orang yang berjuang melawan sebuah penyakit."

"Penyakit apa? Panu? Kadas?"

"Hehehe, bukan. Penyakit schizophrenia."

"Sezo..pernia? Sezo apa sih susah banget"

"Schizophrenia. Beuh susah bener ngomong sama manusia purba."

Aku cuma tersenyum.

Dan kami kembali terdiam. Sampai pagi.

*********************************************

Tuesday, February 24, 2015

Tentang Selingkuh


Barusan ada temen curhat dia diselingkuhin sama pasangannya yang udah jalan 3 tahun. Terus dia mengajukan pertanyaan "Kalau Tuhan udah menakdirkan kita mempunyai pasangan masing-masing, trus kenapa masih ada yg namanya perselingkuhan?"

Pertanyaan itu terus berputar putar di kepala, dan karena saya ga bisa langsung menjawabnya tadi, saya janji akan mencoba menjawab lewat whatsapp, terus saya kepikiran masukin Facebook sekalian siapa tahu bermanfaat bagi teman teman.

"Kalau Tuhan udah menakdirkan kita mempunyai pasangan masing-masing, trus kenapa masih ada yg namanya perselingkuhan?". Karena yang dicari orang orang itu, (orang yang selingkah selingkuh) adalah kesempurnaan.. More and more. Selingkuhnya mereka menandakan ketidakmampuan mereka menerima kekurangan pasangannya dan mengaktualisasikannya dengan cara yang salah.

Mungkin mereka tidak tahu, kalo masing masing dari kita punya kekurangan, yang dapat ditutupi oleh pasangannya. Ibaratnya, aku punya satu sayap dan kamu punya satu juga, biar bisa terbang, kita mesti berpelukan, menyatukan hati dan pikiran, membuang segala egoisme pribadi, dan berhenti mencari cari kekurangan.. Jadi akan menjadi sepasang sayap yang mampu terbang. Ribut ribut kecil, beda pendapat itu biasa, tapi jangan sampai melepaskan pelukan itu sebelum sampai tujuan, entah itu polaris, firdaus atau tujuan sederhana tentang menemukan arti cinta. Jangan sampai di ujung perjalanan kita mengutamakan hal lain di atas cinta, sehingga ketika tangan kita sudah hampir menggapai cakrawala, kita terjerembab, dan jatuh berdebum ke bumi. Sakit. Sakit sekali.

Sesungguhnya tidak ada hal yang lebih baik daripada menerima kekurangan pasangan, sebagai ujian dari Maha Cinta kepada kita. Dan tidak ada hal yang lebih tinggi dan mulia dibandingkan cinta. Kalau ada, sebutkan! Karena dasar segala penciptaan dan kehidupan di jagad raya adalah cinta. Tuhan mencintai kita. Walau hamba-Nya sering berselingkuh.

So, buat teman teman (termasuk teman saya yang tadi nanya), yang udah ya udah, ikhlaskan saja, wanita/lelaki tidak cuma dia, better kamu tau dia sekarang daripada setelah kalian menikah nanti. Saya belajar banyak dari seseorang bahwa hal yang dulu pernah kamu tangisi, suatu saat nanti kamu akan mensyukurinya. Biarkan waktu yang menjawabnya. Oya, cari kesibukan, bantu anak-anak yang di kolong jembatan, yang ketika kita bersamanya kita akan merasa bersyukur, bantu orang orang tua, berikan perhatian lebih pada hal yang selama ini ditinggalin.Paling penting, dekatin diri ke Allah S.W.T, curhatlah pada-Nya sampai berderai air mata, sampai akhirnya kamu sudah lelah menangis dan mulai bangkit.

Semoga Bermanfaat

Friday, February 20, 2015

Sebuah Catatan Untuk Kekasihku Nanti

Kamu
Yang entah siapa, dimana, dan sedang melakukan apa

Hal yang perlu kamu tahu, sampai detik ini, aku masih mencarimu
Aku masih membolak balik halaman buku, berharap kutemukan petunjuk tentangmu disitu
Aku masih memutar-mutar knop frekuensi radioku, berharap kudengar penyiar menyebutkan namamu
Aku masih menyusuri taman-taman kota yang membisu, mencari bangku kosong untuk termangu, berharap kau ada disitu, dan mengizinkan aku duduk disampingmu
Aku masih memacu sepeda motorku, menyusuri jalan jalan berdebu, berharap kumelihat jejakmu diantara hingar bingar dan klakson yang saling menderu

Aku terus bertanya, dimana Tuhan menyembunyikanmu?

Kamu
Yang sudah atau belum pernah namanya aku tahu

Mungkin tanpa sadar kita pernah saling berpapasan di jalan
Mungkin aku pernah menatapmu di tempat tertentu atau kau pernah melihatku menunggu sesuatu
Bahkan mungkin aku ternyata sudah mengenalmu!
Aku mungkin sudah tahu segala tentangmu
Aku mungkin pernah berjalan bersamamu
Atau, aku mungkin orang yang akan singgah dan berlabuh di hatimu?

Sekali lagi itu hanya kemungkinan yang bahkan tidak ada satupun makhluk hidup yang benar benar tahu

Kamu
Yang wajahnya kuharap hadir barang sebentar di setiap mimpiku

Aku sering mereka reka seperti apa dirimu
Kadang aku akan tersenyum senyum sendiri membayangkan kita bertemu
Oiya, kamu tidak perlu takut tentang itu
Percayalah, demi Dia yang menciptakan kita berdua, aku tidak pernah mengharap kesempurnaan
Karena aku pun tak sempurna
Lalu mungkin aku akan bertanya
Seperti apa hobimu? Seperti apa orangtuamu? Berapa saudara kandungmu? Apakah kau suka membaca? Apakah kau paham kalkulus matematika? Apakah kau mengerti statistika?

Kamu
Yang akan tetap kucari dimanapun hadirnya dirimu

Sebelum bertamu kamu aku sudah dipertemukan dengan orang orang baik, orang orang hebat, bahkan mungkin realitanya mereka lebih hebat darimu, mereka lebih cantik darimu, mereka lebih baik darimu, tentunya dalam beberapa hal
Tapi sayangnya mereka bukan orang yang tepat untukku
Tapi mungkin merekalah orang yang membentuk aku yang sekarang
Tapi, tidak untuk mengabulkan semua permintaanmu
Atau untuk membenarkan semua perkataanmu
Hanya aku, insya allah akan ada untukmu
Dalam sukamu, dalam dukamu
Menyembuhkan lukamu, meringankan sakitmu, mengobati perihmu
Menghentikan deras aliran air matamu dan melengkungkan kembali senyum mu

Kamu
Aku pasti akan menemukan cara bertemu denganmu
Tunggu aku

(Djuanda Satu, 20 Februari 2015)